Babies Review

Melihat posting teman yang bahasanya bagus, baik, dan benar lagi mengikuti kaidah EYD dan KBBI, hendaknya saya akan memulai dengan bahasa demikian.

Tema kocokan minggu ini sudah keluar. Baby.

Yup, baby. Sudah bisa ditebak, yang mengajukan tema ini pasti perempuan yang sudah memiliki anak, bukan? Sementara si pengusul tema sudah menyelesaikan tantangan hanya dalam waktu 3 jam setelah pengocokan, saya (lagi-lagi) berpikir keras dan bertanya “kenapa nggak single-friendly, sih?”

Kocokan sudah dilakukan, tema sudah bergulir. Mari selesaikan.


Ingat dulu ada film berjudul “Babies” keluaran tahun 2010? Saat itu, saya “dipaksa” seorang sahabat untuk menonton film tersebut. Tak banyak yang bisa diceritakan. Hanya semacam film dokumenter yang menceritakan bagaimana bayi-bayi dari berbagai ras dibesarkan. Saya pun tak banyak ingat, selain karena saya memang tipe orang yang mudah lupa.

Singkat kata, saya menonton film itu setelah lulus kuliah, yang tentunya sudah terinternalisasi idealisme jurusan saya, sastra. Melihat segala sesuatu bisa dari sudut pandang yang berbeda. Sejak setelah menonton film itu, saya pun ingin berbagi pemikiran saya tentang film tersebut, tapi belum mengenal blog. Mungkin ini saatnya.

Kembali ke film “Babies”, dari empat bayi tersebut (bayi Afrika, Mongolia, Jepang, dan Amerika), hanya 2 bayi yang saya ingat dengan jelas, bayi Afrika dan Amerika. Di film itu digambarkan bagaimana bayi di Afrika dibesarkan, dengan pakaian seadanya, tanpa kemewahan, lebih banyak adegan outdoor. Sementara bayi yang lain dibesarkan di sebuah rumah (kalau tidak salah).

Satu adegan yang paling saya ingat, yaitu adegan memandikan bayi. Bagaimana ibu dari bayi Afrika membersihkan atau memandikan anaknya. Hanya menggunakan mulut untuk membersihkan mata anaknya. (Untuk beberapa scene, saya masih mengingatnya dengan jelas.) Air pun sulit didapat.

Hygiene menjadi masalah publik. Ibunya tidak mengenakan pakaian atas. Anaknya menyusu langsung dari ibunya, tanpa ada proses pembersihan terlebih dahulu sementara mereka tinggal lebih banyak di ruang terbuka yang bergurun pasir dan panas. Penggambaran rumahnya pun sederhana.

Sementara itu, bayi Amerika terlihat sangat bahagia. Dia mandi kamar mandi dengan interior yang bagus, mandi dengan menggunakan shower. Si bayi tertawa bahagia.

Melihat dua adegan ini, entah kenapa, saya mulai berpikir berbeda. Film ini tidak lagi menyenangkan buat saya. Walaupun film ini menggambarkan keadaan sebenar-benarnya. Penggambaran adegan mandi yang berbeda di setiap negara seolah-olah semakin menguatkan ketimpangan yang ada. Menguatkan kesan Amerika Serikat sebagai negara maju dan Afrika sebagai negara berkembang.

Secara sederhana, saya ingin mengungkapkan, “we all already know that’s the fact, it truly happens in this world, but you don’t need to highlight it even more. Even through a movie, a simple and easiest way to deliver the ideology to the public.”

Ya mungkin memang hanya saya yang berpikir demikian. Beberapa kali saya berdiskusi dengan teman, mereka menonton begitu saja tanpa ada pendapat seperti saya. Saya kurang kerjaan mungkin (hehe!). Tapi, sayang juga sebenarnya kalau kemudian film diperlakukan “take it for granted.”

Karena dalam beberapa film, sejarah ditulis ulang yang tentunya dengan alur cerita yang berbeda dengan aslinya. Sejarah dibuat sesuai dengan sudut pandang si pembuat dan cerita tersebut bisa dianggap benar secara tidak sadar dan disebarluaskan. Keadaan seperti ini yang memudahkan pembuat film untuk menyebarkan ideologi dengan mudahnya.

Hidup ini bagaikan yin dan yang. Begitu pula sudut pandang akan suatu hal.

Ah, sudah pukul 16.00 rupanya. Mari minum kopi bersama!




Sumber: mahatau Google, Pinterest

Comments

  1. hehe, gw pas nonton ini juga ngerasain ketimpangan itu, ya iya lah ya.. jelas banget dipampanginnya :)) tapi ketimpangan itu ntah kenapa jadi 'hilang' dimakan cinta ibu dan kepolosan bayi yang universal imo :3 btw, nice post, sis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, kali ya... harusnya setelah lihat bayinya jd lupa. tapi kan gw visual, wa T_T

      Delete
  2. gue belom nonton, tapi jadi ngebayangin. Jadi kesimpulannya baby afrika aromanya sedikit menyengat yak hihihihi....heal the woooorld...make it a better place....*gue nyanyi ya, bukan adzan

    ReplyDelete
    Replies
    1. yaaah, dari lahir udah begitu, jd terbiasa. kaga ada yang MS dah, dijamin!

      Delete
  3. sering denger pelem ini, tapi belum nonton. omg, ibu afrika bersihin mata anaknya pake mulut. udah kayak di belantara. mungkin kita ngeliatnya miris tapi itu biasa kali ya buat mereka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, itu udah kebiasaan. abis susah air. sekalinya air pipis gajah gitu. :'(

      Delete

Post a Comment

Popular Posts