Oleh-Oleh Reuni Keluarga
Sabtu kemarin, saya dikabari Papah kalau ada acara kumpul-kumpul sama keluarganya. Iya, begitulah semacam ada drama keluarga yang menjauhkan mereka sehingga jarang berkomunikasi, dan akhirnya masing-masing beranjak tua dan menyadari bahwa keluarga itu penting. Semacam lost-lost family hahaha...
Kami berangkat Sabtu subuh. Sampai di sana, saya bertemu om, tante, sepupu, dan keponakan. Kemudian, datang lagi satu sepupu berikut anaknya. Yang mencengangkan adalah sepupu saya ini punya anak yang lebih tua dari saya dan sudah beranak dua. Jadi, saya sudah layak disebut "TANTE" atau bahkan "OMA." Omaigat! Tapi akhirnya, setelah melalui proses negosiasi dan karena dia jauh lebih tua dari saya (haha, punten ya, teh Marlin), saya panggil dia teteh. Yoi! I have a bit of Sundanese blood. Can't deny it.
Singkat kata, singkat cerita, saya ngobrol banyak sama si teteh yang ternyata oke punya. Si teteh ternyata adalah seorang konselor di salah satu yayasan yang menangani orang dengan ketergantungan terhadap sesuatu (junkies). Tetapi, dia lebih fokus kepada orang dengan ketergantungan obat-obatan dan hiv/aids.
Pada intinya, jika ada keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang, jangan diasingkan karena mereka tetap membutuhkan keluarganya tidak peduli apapun. Yang sering terjadi adalah, keluarga merasa malu dan "membuang" anggota keluarga dengan dalih rehabilitasi. Setelahnya sembuh pun, keluarga harus tetap menjaga dan mengawal anggota keluarga itu agar ia tidak kembali ke jalan tersebut.
Intinya sih, tidak ada satu alasan pun yang membenarkan seseorang untuk menggunakan narkoba dan support keluarga merupakan hal terpenting.
Obrolan pun berlanjut ke area seputar HIV. Ya, karena apa sih lanjutannya setelah memakai narkoba dengan jarum suntik yang bergantian? HIV kan?
Untuk hal ini, si teteh bilang bahwasanya ODHA (Orang Dengan HIV AIDS~odha) masih memiliki harapan memiliki anak tanpa mengidap hiv/aids walaupun menikah dengan sesama odha. Caranya dua, yaitu tidak melahirkan secara normal dan tidak menyusui. Dengan begini, kemungkinan anaknya tertular hanya 3 persen.
Selain itu, si teteh juga bilang kalau kekebalan tubuh seseorang itu bisa didapatkan dari tertawa atau perasaan bahagia. Jadi, untuk odha yang kekebalan tubuhnya menipis, perlu orang-orang di sekitarnya yang terus memberikan support. Makanya mereka tetap butuh orang-orang di samping mereka untuk terus membuat perasaan bahagia, tertawa dan rasa diinginkan.
Mereka yang terinfeksi hiv/aids jangan dulu bersedih dan meratapi diri sendiri lalu mengurung diri. Ada banyak komunitas tempat berkumpulnya orang-orang dengan masalah yang sama. Dengan berada bersama orang-orang yang memiliki msalah yang sama, mereka tidak akan merasa sendirian dan harapan hidup meningkat.
Pada intinya, semua berasal dari hati. Semua berasal dari kebahagiaan diri. Jadi, berbahagialah. Ciptakan kebahagiaan itu sendiri.
*Pictures are taken from internet
Kami berangkat Sabtu subuh. Sampai di sana, saya bertemu om, tante, sepupu, dan keponakan. Kemudian, datang lagi satu sepupu berikut anaknya. Yang mencengangkan adalah sepupu saya ini punya anak yang lebih tua dari saya dan sudah beranak dua. Jadi, saya sudah layak disebut "TANTE" atau bahkan "OMA." Omaigat! Tapi akhirnya, setelah melalui proses negosiasi dan karena dia jauh lebih tua dari saya (haha, punten ya, teh Marlin), saya panggil dia teteh. Yoi! I have a bit of Sundanese blood. Can't deny it.
Singkat kata, singkat cerita, saya ngobrol banyak sama si teteh yang ternyata oke punya. Si teteh ternyata adalah seorang konselor di salah satu yayasan yang menangani orang dengan ketergantungan terhadap sesuatu (junkies). Tetapi, dia lebih fokus kepada orang dengan ketergantungan obat-obatan dan hiv/aids.
Pada intinya, jika ada keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang, jangan diasingkan karena mereka tetap membutuhkan keluarganya tidak peduli apapun. Yang sering terjadi adalah, keluarga merasa malu dan "membuang" anggota keluarga dengan dalih rehabilitasi. Setelahnya sembuh pun, keluarga harus tetap menjaga dan mengawal anggota keluarga itu agar ia tidak kembali ke jalan tersebut.
Intinya sih, tidak ada satu alasan pun yang membenarkan seseorang untuk menggunakan narkoba dan support keluarga merupakan hal terpenting.
Obrolan pun berlanjut ke area seputar HIV. Ya, karena apa sih lanjutannya setelah memakai narkoba dengan jarum suntik yang bergantian? HIV kan?
Untuk hal ini, si teteh bilang bahwasanya ODHA (Orang Dengan HIV AIDS~odha) masih memiliki harapan memiliki anak tanpa mengidap hiv/aids walaupun menikah dengan sesama odha. Caranya dua, yaitu tidak melahirkan secara normal dan tidak menyusui. Dengan begini, kemungkinan anaknya tertular hanya 3 persen.
Selain itu, si teteh juga bilang kalau kekebalan tubuh seseorang itu bisa didapatkan dari tertawa atau perasaan bahagia. Jadi, untuk odha yang kekebalan tubuhnya menipis, perlu orang-orang di sekitarnya yang terus memberikan support. Makanya mereka tetap butuh orang-orang di samping mereka untuk terus membuat perasaan bahagia, tertawa dan rasa diinginkan.
Mereka yang terinfeksi hiv/aids jangan dulu bersedih dan meratapi diri sendiri lalu mengurung diri. Ada banyak komunitas tempat berkumpulnya orang-orang dengan masalah yang sama. Dengan berada bersama orang-orang yang memiliki msalah yang sama, mereka tidak akan merasa sendirian dan harapan hidup meningkat.
Pada intinya, semua berasal dari hati. Semua berasal dari kebahagiaan diri. Jadi, berbahagialah. Ciptakan kebahagiaan itu sendiri.
*Pictures are taken from internet
beuh....tumben ini ga ada nyinyirnya hakakakak *peace
ReplyDeletegw kagak nyinyir in every post yaaaa *cubit
Delete